Menyambut Hari Aksara Internasional

Trimulya Pratama
5 Min Read

Menyambut Hari Aksara Internasional, 8 September

HARI AKSARA, HARI BERIQRA’
Oleh: Urip Triyono, S.S.

Pengantar

Sebagai insan beriman, yang menjadikan nilai-nilai religi sebagai haluan hidup, peringatan Hari Aksara memiliki arti yang istimewa. Dikatakan istimewa karena dengan momentum peringatan Hari Aksara ini kita kembali diingatkan akan tujuan dan hakikat kita belajar, untuk apa sebenarnya kita belajar. Apakah yang selama ini kegiatan pembelajaran sudah mencapai target yang diinginkan, atau hanya kegiatan pembelajan semu, pembelajaran yang tampaknya serius namun tanpa hasil yang memadai. Bisa jadi apa yang kita lakukan atas nama proses belajar hanyalah rutinitas tanpa arti, pendidikan semu yang tidak memiliki arti penting dalam mengubah mindset peserta pembelajaran. Pembelajaran yang tidak berkontribusi bagi pembentukan mentalitas sebagai manusia beradab. Manusia beradab yang memiliki cara pandang dan perilaku yang sesuai dengan kaidah dan nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan.

Hakikat

Hakikat beraksara adalah kemampuan membaca, menganalisis, mengkritisi, dan menilai serta menempatkan segala sesuatu secara tepat pada diri manusia dan lingkungannya. Bila kemampuan beraksara belum mampu mendorong pelakunya menjadi gemar membaca, menganalisis, mengkritisi, dan menilai serta menempatkan segala sesuatu pada tempatnya, maka kemampuan beraksara yang dimiliki manusia tersebut semu, alias kemampuan beraksara yang bersifat menipu. Karena kemampuan beraksara tidak menjadikan dirinya lebih terbuka wawasan dan cara berpikirnya untuk mengadakan perubahan yang signifikan dalam dirinya, perubahan untuk menjadi manusia yang merdeka dari belenggu materi dan anasir anti kemanusiaan. Kemampuan membaca belum mampu me-move on kan pribadi, pertand

a bahwa dirinya masih berada pada level terendah dalam memaknai diri dan kehidupannya di dunia meskipun secara kasat mata mahir dalam membaca, menulis, dan menghitung.
Muara kemampuan beraksara adalah berliterasi, dan substansi literasi adalah kecerdasan majemuk untuk memaknai hakekat dirinya di hadapan Tuhannya. Inilah yang paling substansial dalam pembelajaran dan pembahasan masalah aksara dan literasi sekaligus, bukan yang lain. Kemampuan baca tulis adalah dalam rangka menjadikan manusia pembelajarnya lebih menyadari posisi dirinya diciptakan di bumi ini, menjadi khalifah. Jabatan tertinggi sebagai khalifah menyiratkan bahwa manusia yang telah mencapai level bebas buta aksara atau illiterate akan menjadi wakil Tuhan dalam mengelola bumi dan isinya secara bertanggung jawab kepada Tuhan. Mengambil posisi yang tepat dan berjarak dengan materi akan semakin mendekatkan diri pada misi dan visi ketakwaan yang akan menuntunnya menuju pengabdian yang tulus-ikhlas, yang melakukan segala sesuatu berorientasi ketuhanan, bukan pamrih atau riya. Semakin kita tidak berjarak dengan materi dan bergelimbang dengan materi sebagai tujuan akhir dan orientasi kehidupannya, maka akan menuntunnya pada derajat terendah kemanusiaannya, bahkan lebih rendah dari derajat binatang atau hewan.

Kontemplasi

Kontemplasi atau permenungan adalah bagian dari kegiatan beraksara dan berliterasi yang sangat mendasar. Mencoba memahami, menginterpretasi, dan membaca yang tersurat maupun tersirat dalam sebuah ayat, merupakan awal proses pencerahan dalam diri seseorang. Dengan berkontemplasi atau muhasabah akan menuntun kepada proses penyadaran manusia sebagai makhluk yang hadir di bumi dengan sebab, bukan tanpa sebab. Eksistensinya di bumi adalah karena kehendak Tuhan yang Maha Tinggi, yaitu Allah rabbil ‘aalamien yang berkenan menciptakan mahluk berjenis manusia dan menjadikannya sebagai wakil-Nya di muka bumi (QS.2:30).
Untuk menjadiwakil Tuhan yang berderajat khalifah, yaitu sosok manusia yang beradab, baik beradab kepada tuhannya maupun sesama manusia dan alam semesta, dibutuhkan proses kontemplasi tersebut. Kontemplasi merupakan proses menginternisasi nilai-nilai yang diyakini kebenarannya untuk dijadikan dasar dalam bersikap dan berperilaku menjalani kehidupan nyata. Pasca proses internalisasi, stadium kesadaran penuh akan didapat, dan terkondisikan manusia merdeka yang tidak terbelenggu dengan materi, orientasi ukhrawi menjadi tujuan utama. Manusia yang berderajat insankamil, manusia sempurna yang sepi ing pamrih rame ing gawe, yaitu manusia berperilaku semata-mata hanya untuk mendapatkan ridha dari Tuhan semesta alam, Allahu rabbil ‘aalamien.

Penutup

Kegiatan keaksaraan, berliterasi, dan sejenisnya adalah kegiatan beriqra’, yaitu membaca dalam pengertian yang sebenarnya. Kegiatan beriqra’ merujuk pada upaya pencerdasan manusia secara hakekat. Kemampuan baca tulis dan berhitung (calistung) harus berorientasi pada upaya pencerdasan diri manusia dari segi fisik dan mental, softskill dan hardskill, dan kecerdasan majemuk yang terintegrasi. Jangan sampai kegiatan beraksara dan beriqra’ berhenti pada tataran huruf dan angka serta bunyi-bunyian yang miskin makna. Selamat beraksara dan beriqra’.
***
*) Penulis adalah Pendiri Yayasan Pendidikan Trimulya Widya Pratama Dukuhmaja, Kecamatan Songgom, Kabupaten Brebes 52266.

Share This Article